Pesona Kebun Raya Cibinong

Cover Pesona Kebun Raya Cibinong (Sumber: CV CMJ)

Penulis               :  Amanda Muthia, dkk

QRCBN               :   62-839-9102-494

Editor                 :   Dina Ardianti

Lay out               :   Tim CV CMJ

Desain Sampul:   Danika Pramesti

Cetakan Pertama, Mei 2023

Bogor memang selalu menyimpan wisata alam yang tiada habisnya. Namun, tahukah Anda bila di daerah Cibinong, Kabupaten Bogor, terdapat sebuah kebun raya yang indah dan asri. Namanya adalah Kebun Raya Cibinong.

Kebun Raya Cibinong biasa disebut dengan turunan dari Kebun Raya Bogor. Sama halnya dengan Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibinong juga menyimpan banyak koleksi tumbuhan dan keanekaragaman hayati. Ada sekitar lebih kurang seribu spesies tumbuhan tropis dataran rendah yang bisa Anda nikmati di kawasan wisata alam ini.

Mengapa bisa disebut sebagai turunan dari Kebun Raya Bogor? Hal ini disebabkan karena Kebun Raya Cibinong merupakan tempat pelengkap kekurangan tumbuhan di Kebun Raya Bogor yang terdiri dari spesies tanaman yang belum tersedia di Bogor.

Kebun Raya Cibinong juga menjadi tempat rehabilitasi tumbuhan yang sudah mulai langka dan tidak tersedia lagi di mana pun. Terdapat beberapa tanaman langka yang dirawat dan dikembangkan oleh penjaga dan petugas perawatan di Kebun Raya Cibinong ini. Selain itu, petugas bagian merawat tumbuhan di Kebun Raya Cibinong ini merupakan seseorang yang memiliki pengalaman mengenai pembibitan serta perawatan tumbuhan. Hal itu menjadikan tumbuhan di kebun raya ini menjadi sangat terjaga dan terawat.

Terkait kemampuan petugas Kebun Raya Cibinong, terdapat kutipan pernyataan dari narasumber. Kutipan ini menggambarkan kemampuan petugas Kebun Raya Cibinong.

Ada yang namanya Pak Teguh, beliau ini sangat pengalaman dalam melakukan pembibitan dan perawatan tumbuhan. Ia juga pernah menjuarai Lomba Sains tingkat Nasional dan meraih Juara 2, bahkan sampai mengalahkan seorang professor.”

(Sumber : Kak Faried-Narasumber)

Berdasarkan hal di atas, diketahui bahwa pengelola dan pihak yang terlibat dalam proses pengembangan dan pembibitan di Kebun Raya Cibinong adalah orang-orang yang sangat berpengalaman dan paham di bidangnya. Maka dari itu, Kebun Raya Cibinong menjadi salah satu tempat konservasi lingkungan dan tumbuhan langka dalam pembibitan tumbuhan-tumbuhan yang ada di Indonesia.

Awal berdirinya Kebun Raya ini dicetus oleh Ibu Hj. Sugiarti bersama rekan-rekannya yang di antaranya bernama Bapak H. Gogo dan Bapak H. Tahrodin. Setelah itu, pengelolaan dan pengembangannya dipegang alih oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sekarang dikenal sebagai BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional).

Kebun Raya Cibinong dikelola langsung oleh BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) yang sebelumnya dikelola oleh  LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Alasan pergantian nama lembaga tersebut adalah karena Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah dilebur menjadi organisasi riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Peleburan tersebut berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Dalam Perpres tersebut, diatur bahwa semua lembaga penelitian harus diintegrasikan ke dalam BRIN. BRIN adalah lembaga non-kementrian yang posisinya berada di bawah Presiden Indonesia melalui menteri yang ada dan membidangi urusan pemerintahan terkait riset dan teknologi. Staf pengelola Kebun Raya Cibinong terdiri dari beberapa staf kantor, penjaga keamanan dan juga petugas perawatan dan kebersihan. Petugas perawatan dan penjaga keamanan terdiri dari lebih kurang 50 orang, sedangkan staf dan manajemen kantor lebih kurang 23 orang.

Kebun Raya Cibinong merupakan salah satu dari enam kebun botani di bawah naungan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor sebagai pihak pemberi anggaran penataan hutan di tengah kota. Kebun Raya Cibinong ini sudah dibuka untuk umum sejak tahun 2005 dengan nama Ecopark (Ecology Park), lalu pada tahun 2018 sampai 2020, pihak pengelola wisata melakukan penataan ulang pada kawasan wisata hijau ini. Oleh karena itu, akhirnya Ecopark berganti nama menjadi Kebun Raya Cibinong.*)

Jejak Rekam Masyarakat Cibinong Kabupaten Bogor

Cover Jejak Rekam Masyarakat Cibinong (sumber: CV CMJ)

Penulis           : Adriano Rahman, dkk

QRCBN         :  62-839-2275-232

Editor             : Dina Ardianti

Lay out          : Neneng Hendriyani

Desain Sampul : Bilqis Syasya Dwi Wijaya

Cetakan Pertama, Mei 2023

Buku ini berisi tentang penjelasan mengenai kondisi geografis wilayah Cibinong dan sekitarnya. Selain itu juga kondisi sosial, ekonomi, Pendidikan dan budaya masyarakat setempat. Pada bab berikutnya buku ini berisi latar belakang pembangunan monument perjuangan rakyat Cibinong yang menjadi bukti sejarah perjuangan rakyat Cibinong dalam mempertahankan kemerdekaan dan wilayah dari pendudukan NICA pada 24 Desember 1945. Dengan dikomandoi oleh Komandan Batalyon K. H. T.B. Syamsudin Noor, Komandan Batalyon W.K. K.H. Syamsuri (H. Syarun), Staf Batalyon Pengajar Kebangsaan, dan Batalyon Staf Madi seluruh rakyat Cibinong bersatu padu berjuang mempertahankan wilayah Cibinong.

Banyak dari mereka yang gugur di medan perang. Nama-nama mereka diabadikan di monument tersebut.

Buku ini ditutup dengan penjelasan mengenai keterlibatan masyarakat dalam pelestarian monument tersebut sejak tahun 1985 hingga saat ini.

Wilayah Cibinong merupakan daerah yang menjadi titik terjadinya peristiwa sejarah di masa awal kemerdekaan Indonesia melalui peristiwa perang melawan penjajah, yaitu Netherlands Indies Civiles Administration atau biasa disebut (NICA) yang dipimpin oleh Letjen Sir Philips Christison. Perlawanan yang terjadi bertujuan untuk menghadang tentara NICA pergi ke Kota Kembang Bandung dengan cara memberikan perlawanan untuk melemahkan tentara sekutu NICA.

Masyarakat Cibinong mengerahkan seluruh kekuatannya selama konflik, termasuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), Laskar Hizbullah, Kaum Hitam, preman, dan masyarakat Cibinong. Proses perlawanannya hanya mengandalkan senjata sederhana, seperti parang, ketapel, dan tombak bambu. Sejumlah pejuang Cibinong tewas di medan perang. Pasukan ini dipimpin oleh Dan Yon II Cibinong Mayor TB, Syamsudin Noor. Konflik yang dikenal dengan War Got Tjiluar Bivak terjadi di Cibinong antarawarga sekitar dengan pasukan NICA.

Sebagai bentuk upaya dalam mengenang peristiwa bersejarah di Indonesia, dengan semangat juang, Nasionalisme, dan Patriotisme, pada tanggal 17 Januari 1985, diresmikan sebuah monumen oleh Soedrajat Natamadja yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Bogor.

Pembangunan monumen ini bertujuan untuk mengenang jasa pahlawan dan menjadi salah satu wujud aset sejarah yang mencerminkan jiwa perjuangan para pahlawan cinta tanah air dalam membangun bangsa dan negeri. Kedua arti ini dapat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari di dalam masyarakat karena masyarakat pada hakikatnya adalah bagian dari sejarah. Oleh karena itu, tujuan monumen ini adalah untuk mengingatkan masyarakat setempat bahwa kawasan Cibinong memiliki sejarah perjuangan kemerdekaan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai nasionalisme dan cinta tanah air.

Setelah 35 tahun berdiri, perhatian terhadap monumen berbentuk tugu tersebut semakin berkurang, seperti bangunan tertutup, ilalang tumbuh tinggi di sekitarnya, dan ditemukan beberapa bagiannya retak. Namun, tugu perjuangan tersebut mendapatkan fokus baru pada tahun 2016, dan Bupati Bogor kembali mengulang peresmian dan pemugaran tugu tersebut.

Pemugaran monument itu diselesaikan tanpa mengubah bentuk bangunan. Sebaliknya, fokus menata lingkungan monumen dengan memperbesar area taman, memperbaiki jalan setapak yang mengarah ke gedung, dan menambahkan tanda monumen di pintu masuk. Plang tersebut yang bertuliskan “Monumen Perjuangan Masyarakat Cibinong” menunjukkan bahwa masyarakat Cibinong yang terdiri dari banyak lapisan yang saling berhubungan mendukung mereka yang berjuang dalam konflik bivak.

Salah satu bidang yang menjadi perhatian keluarga lain yang terlibat dalam konflik sejarah penting bagi masyarakat Cibinong adalah pemugaran monumen. Salah satu cara untuk menafsirkan, memperdalam, dan memperkuat penafsiran sejarah adalah melalui tumbuhnya pengetahuan masyarakat tentang pemugaran monumen tersebut yang kemudian dapat memperdalam pemahaman tentang sejarah dan karakter suatu negara.

Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap sejarah memerlukan partisipasi guna menjaga kelestarian. Salah satu cara untuk menunjukkan penghormatan terhadap warisan sejarah adalah dengan tidak mencorat-coret benda peninggalan sejarah dan membantu menjaga bangunan tetap bersih dan utuh. Pelestarian ini sangat penting agar setiap individu dapat bersungguh-sungguh mengamankan dan menjaga aset bersejarah.

Maguma Taraya Bercerita

Penulis: Arunika Niscala (Tim Naskah Kelas X-2)

QRCBN: 62-839-3450-925

Editor: Neneng Hendriyani

Lay out: Tim CV

Desain Sampul: Agnia Saffanah Az Zahwa, Rifdah Mufida Zahrah, Saskia Damayanti

Cetakan Pertama, Mei 2023

Cover Maguma Taraya Bercerita; sumber: CMJ

Di Balik Nama Maguma Taraya Bercerita

Buku ini merupakan hasil karya siswa kelas X-2 (Gen 10) SMA Negeri 4 Cibinong terkait kegiatan pembelajaran pada Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) Tema 3 Kearifan Lokal. Sengaja mengambil judul “Maguma Taraya” karena nama ini mengandung makna yang cukup luas.

Taraya merupakan akronim yang berasal dari suku kata awal nama tempat yang penulis angkat sebagai tema dari isi buku. Dalam kata ‘Maguma’, Ma adalah Jalan Mayor Oking, Gu adalah Tugu Perjuangan Masyarakat Cibinong, Ma adalah Makam Panjang. Lalu, dalam kata ‘Taraya’, Ta adalah Situ Citatah, Ra adalah Kampung Sampora, dan Ya adalah Sekolah Mardi Waluya. Jadi, Maguma adalah Jalan Mayor Oking, Tugu Perjuangan Masyarakat Cibinong, Makam Panjang, Situ Citatah, Kampung Sampora, dan Sekolah Mardi Waluya.

Kata ‘Bercerita’ memiliki filosofi bahwa tempat-tempat yang penulis kunjungi memiliki kisah dan keunikannya masing-masing yang sudah mulai pudar dari waktu ke waktu. Saat penulis melakukan observasi, tempat-tempat tersebut seakan-akan bercerita kepada kami bahwa ia memiliki sejarahnya sendiri.

Taraya sendiri memiliki kisahnya masing-masing. Tempat-tempat tersebut memiliki kisah unik yang bisa terus diceritakan kebenarannya kepada generasi penerus secara turun temurun. Keunikan mereka ada pada asal usul dari keberadaan tempat tersebut. Kebanyakan yang melatarbelakangi adanya tempat-tempat tersebut tidak lepas dari campur tangan para penjajah Belanda. Namun, setelah dipelajari dengan lebih cermat, sebenarnya para penjajah Belanda membuat tempat-tempat tersebut untuk kebaikan negara ini juga.

Memang, tidak semua tempat yang penulis teliti dibuat oleh bangsa Belanda. Namun demikian, ternyata tempat-tempat tersebut masih memiliki kaitan dengan hal-hal yang menyangkut peristiwa penjajahan bangsa Indonesia oleh bangsa Belanda. Seakan-akan peran bangsa Belanda dalam sejarah berkembangnya tanah air tercinta ini sangatlah penting dan juga memegang peran yang cukup besar. Hal tersebut yang membuat peninggalan-peninggalan dari tempat yang penulis teliti sangatlah unik, karena semua tempat tersebut berkaitan satu sama lain dengan masa Kolonial Belanda yang sarat sejarahnya sangat kental dan tentunya menjadi ingatan serta pengalaman yang berharga tersendiri bagi bangsa Indonesia dan juga masyarakat Indonesia.

Tentunya dengan menulis buku ini, penulis berharap agar kebenaran sejarah dari tempat-tempat yang diteliti menjadi terlestarikan sehingga sejarah dari tempat-tempat tersebut bisa diceritakan kembali ke generasi selanjutnya. Penulis juga berharap dengan adanya buku ini, masyarakat di sekitar tempat- tempat yang penulis kunjungi bisa menunjukkan rasa peduli terhadap tempat-tempat tersebut dengan menjaganya dan juga merawatnya agar tetap ada dan terlestarikan hingga anak cucu penerus bangsa Indonesia.*)