Menulis cerita fiksi sebenarnya tidak
semudah kita menceritakan cerita fiksi itu secara langsung. Ada banyak hal yang
harus diperhatikan agar pembaca memahami cerita tersebut dengan mudah. Apalagi
bila cerita itu begitu singkat alias pendek seperti cerita yang diangkat di
dalam buku ini. Jumlah katanya per judul cerita hanya sekitar 250 – 1000 kata
saja. Benar-benar sebuah cerita yang hemat kata.
Cerita fiksi ini dikenal dengan nama fiksi mini. Pembaca luar negeri mengenalnya dengan nama flash fiction. Meskipun benar-benar singkat dan pendek pembaca masih bisa menemukan pesan singkat yang ingin disampaikan penulisnya. Di sini tetap ada setting alias latar belakang cerita baik dari sisi waktu, tempat, dan penokohannya. Jadi tidak serampangan.
Tingkat kesulitan dalam menulis cerita jenis ini jelas ada. Terutama bagi penulis yang terbiasa menulis cerita yang panjang seperti cerita bersambung atau novel.
Para penulis dalam buku cerita singkat yang berjudul Cerita Kita di Batas Kota ini telah menuliskan cerita singkat mereka dengan model fiksi mini. Mereka berasal dari berbagai latar belakang profesi dan keilmuan. Bahkan mereka pun memiliki passion yang berbeda di bidang penulisan. Namun, di dalam buku ini mereka sepakat hanya menulis cerita pendek dalam 250 – 1000 kata saja. Seperti apa cerita yang mereka tulis? Penasaran? Ayo kita baca bersama-sama, ya. Sebelumnya perlu diingatkan kembali bahwa semua cerita ini adalah fiksi. Jadi, bila ada kesamaan nama tokoh, tempat dan jalan cerita yang kebetulan kamu alami jangan terkejut, ya. Semua hanya kebetulan semata.
Setiap jejak yang
ditinggalkan di masa lalu seringkali menjadi ide yang luar biasa untuk sebagian
orang. Ada banyak kisah dan kenangan yang mengharu biru dan tak lekang oleh
waktu. Mereka berdesak-desakan tinggal di ruang hampa yang bernama memori.
Memori yang indah
tentang berbagai hal yang pernah ada dan dilalui. Semuanya memberikan kesan
tentang sebuah daerah, tempat yang begitu berharga yang pernah singgah.
Ternyata selama ini kita terjebak di beberapa pintu. Kita terbiasa memilih jalan cerita sebagai cara terbaik untuk menceritakan pengalaman tentang masa lalu di daerah tersebut. Di sini, penulis memilih cara yang berbeda. Tidak harus dengan menghabiskan banyak kata untuk mengundang orang datang ke daerahnya. Pun tidak perlu mengajaknya datang secara langsung. Penulis bisa membuat orang-orang (baca: pembaca) ikut serta merta mencium aroma udara, merasakan hangatnya sambutan masyarakat, mencoba penganannya yang lezat lewat untaian kata yang singkat, indah dan sarat makna. Ya. Di buku inilah para penulis Indonesia yang sebagian besar adalah guru mengajak orang-orang untuk lebih mengenal daerah-daerah yang mungkin saja masih asing di telinga. Di sinilah dengan segala kreasinya mereka lugas bercerita tentang indahnya kota mereka, lezatnya makanan mereka, dan menakjubkannya panorama alam daerah mereka.
Lewat kata yang
begitu singkat orang-orang akan menyadari betapa Indonesia kaya raya, indah,
dan menawan hati.
Mari cintai Indonesia lewat debur ombaknya, hangat udaranya, lezat penganannya, dan indah pemandangannya. Inilah Antologi Puisi: Tanah Kelahiranku.
Buku ini luar biasa sekali loh isinya. Dua puluh enam guru di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, sepakat menuliskan pengalaman pertama mereka menjadi guru negeri (PNS) di berbagai wilayah. Ada banyak kisah haru yang bisa membuat kita menyadari bahwa mungkin kita jauh lebih beruntung dari mereka.
Mengajar di daerah yang jauh dari kampung halaman, keluarga, fasilitas umum, dan lain sebagainya tidak menyurutkan langkah pengabdian mereka selama beberapa tahun. Penghargaan dan apresiasi yang diberikan oleh anak-anak didik terhadap kerja keras mereka adalah bukti bahwa mereka memang guru-guru terbaik yang telah berhasil menjadi “Matahari” dalam perjalanan hidupnya.
Dua puluh enam guru mata pelajaran IPA ini adalah “Matahari di Ujung Sumatera” yang senantiasa menggelorakan semangat belajar anak-anak didik di Pidie Jaya, Aceh.