Menjadi bagian dari perkembangan dunia pendidikan terutama di Kabupaten Bogor tidak membuat perempuan yang satu ini meninggalkan hobinya. Lewat tulisannya lahirlah buku mengenai perempuan di bawah judul “Perempuan di Persimpangan Jalan”.
Buku ini sejak halaman pertama hingga halaman terakhir berisi tentang sosok perempuan. Bagaimana perempuan berjuang memilih antara dua hingga lebih dari dua pilihan dalam satu kesempatan hidup yang dimilikinya menjadi benang merah dari buku ini.
Penyunting dan Penata Letak: Tim CV Cakrawala Milenia Jaya
Desain Sampul: Eka Yulistia
Cetakan Pertama, Februari 2019
Hendriyani, Neneng ALBATROS/Neneng Hendriyani.; Editor, Neneng Hendriyani -cet.1-2019 Ukuran: 14.8 x 21 Jumlah Halaman ix+5
Alhamdulillah atas berkat rahmat dan hidayah-Nya aku dapat menyelesaikan buku kumpulan puisi ini. Ini adalah buku kumpulan puisiku yang kedua setelah “Setangkup Rindu Dari Masa Lalu”.
Bila pada buku pertama aku mengangkat tema tentang cinta yang tak sampai antara Yang Mulia Baginda Raja Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka, maka di buku ini aku mengangkat tentang perjalanan hidup seorang gadis yang menanti Albatrosnya pulang. Albatross adalah seekor burung yang memiliki kemampuan terbang luar biasa. Ia hidup di belahan dunia yang cukup ekstrim. Sangat berbeda dengan iklim tropis yang biasa menemani si gadis tumbuh dan berkembang dari hari ke hari.
Melalui Albatros ini aku ingin menyampaikan pesan bahwa cinta bisa tumbuh begitu saja tanpa melalui pandangan pertama yang begitu dipuja manusia. Cinta sebagai sebuah perasaan yang halus dan jujur yang dimiliki oleh setiap insan ini bisa tumbuh dengan subur berkat upaya gigih dari seseorang yang menginginkannya tumbuh subur. Perbedaan yang muncul di antara kedua insan bukanlah faktor penghalang hadirnya cinta yang suci. Ia justeru menjadi perekat yang menyatukan seluruh perbedaan tersebut.
Memang lagi-lagi aku harus mengakui bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah. Dengan seluruh kelembutan dan air matanya ia hanya bisa berharap dan berdoa. Lewat kidung doa yang panjang ia tak pernah berputus asa akan kehadiran kekasihnya. Dengan doanya pula ia yakin ia bisa melindunginya dari seluruh marabahaya yang mengancam keselamatannya.
Tiada tempat untuknya bertanya dan mengadu. Kepasrahan kepada Yang Maha Tinggi lah yang membuatnya kuat dan bertahan.
Bagaikan pungguk merindukan bulan, itulah gambaran kisah antara si gadis dengan Sang Albatros. Selama rembulan masih bersinar, Pungguk setia bertengger di dahan sambil tersenyum dari kejauhan. Bukanlah pertemuan yang ia sesali. Kenyataan pahit yang sedikit membuatnya kecewa karena ia terpaksa belajar untuk tetap kuat berdiri di dahan setiap malam. Bukan soal waktu kapan bisa bersatu tetapi mampukah ia melawan dirinya sendiri.
Raja Badai
Oleh: Neneng Hendriyani
Lanun samudera terapung-apung Digulung ombak malam jahanam Layar robek, tiang pun patah Palka penuh air sedada
Gelombang kian dansa Pongah tak beri ruang bertanya Apalagi sekedar doa Milik lanun penjarah harta
Ah, badai hempas karam sekuat tenaga Siur angin hancurkan pohon kelapa Gelombang naik ke daratan Pongah kabarkan dirinya
Ini aku Raja Badai datang Tiap 25 saka mengamuk Mengaduk laut Angkat bangkai karam, jarahan lanun samudera Digulung ombak malam jahanam
(Bogor, 13 Juni 2018)
Get this book through Bumori53 with special price.